Rasanya sudah agak lama waktu berlalu sejak namamu menjadi sesuatu yang aku terka-terka. Hari itu, aku hanya pulang dengan pertanyaan. Kemudian semesta cukup berbaik hati membawaku membaca namamu lebih cepat. Sebenarnya aku tidak berharap banyak. Sebab menciptakan sebuah perkenalan denganmu terasa begitu mustahil. Jauh dari yang mampu aku lakukan. Kamu jelas sejauh itu untuk aku sentuh dan yang kulakukan hanya menatap punggungmu yang bergerak menjauh tanpa sempat kuberi senyuman. Namun, aku terjebak dalam perangkap yang kusebut sebagai ‘kebetulan’. Sehingga aku masih di sini sembari merapal doa. Barangkali aku tak lagi melakukan kesalahan.